LAMONGAN – Aroma busuk kecurangan menyengat dari salah satu SPBU di Desa Karangtinggil, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan.
Alih-alih melayani kebutuhan masyarakat, SPBU ini justru diduga kuat menipu pelanggan dengan memainkan takaran bahan bakar. Praktik culas ini sontak menyulut kemarahan warga.
Kejanggalan muncul dari pengisian BBM yang angkanya tertera normal di meteran, namun jumlah bensin yang masuk ke tangki kendaraan dinilai jauh dari wajar.
Banyak warga mengaku kendaraannya terasa cepat habis bensin meski mengisi dalam jumlah yang sama seperti biasanya.
“Ini bukan soal firasat atau curiga tanpa bukti. Kami merasakan langsung dampaknya. Isi Rp100 ribu, tapi rasanya seperti cuma Rp50 ribu. Ini jelas-jelas penipuan, dan sistematis pula,” tegas Imam, Selasa (15/7/2025).
Dugaan kecurangan ini membuka luka lama soal kepercayaan publik terhadap pelayanan SPBU. Warga menduga, dispenser SPBU telah dimanipulasi secara teknis demi meraup keuntungan haram.
Praktik seperti ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga memperlihatkan watak bisnis yang serakah dan tak bermoral.
“Kalau dibiarkan, SPBU ini bisa jadi simbol kejahatan kecil yang dibiarkan membusuk oleh aparat. Ini bukan hanya urusan bisnis nakal, ini pengkhianatan terhadap rakyat kecil yang berjuang setiap tetesnya,” ucap Arif warga lainnya, dengan nada geram.
Warga kini menuntut tindakan tegas dari pemerintah daerah, Dinas Perdagangan, hingga Pertamina. Jika tidak ada reaksi nyata, mereka mengancam akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional termasuk menuntut pencabutan izin operasional SPBU tersebut.
“Kami bukan bodoh. Kami tahu ini permainan. Kalau pejabat daerah tutup mata, kami akan bawa ini ke pusat. Kami tidak akan diam,” ujar perwakilan warga lainnya dalam pernyataan terbuka.
Kecurangan takaran BBM bukan lagi pelanggaran kecil. Ia adalah bentuk kejahatan ekonomi yang merugikan rakyat secara langsung.
Pemerintah tak bisa sekadar memberikan peringatan lunak. Harus ada pembongkaran, penindakan, dan penghentian izin operasi jika terbukti bersalah.
SPBU seharusnya menjadi tempat pelayanan, bukan markas penipuan. Jika dibiarkan, bukan hanya ekonomi rakyat yang babak belur, tapi juga wibawa negara yang jadi taruhan. (Ded)