Politik

BPJS Kesehatan Disorot DPRD Bojonegoro: Jangan Hanya Aturan, Rakyat Butuh Solusi Nyata

orbitnasional333
4506
×

BPJS Kesehatan Disorot DPRD Bojonegoro: Jangan Hanya Aturan, Rakyat Butuh Solusi Nyata

Sebarkan artikel ini
1757327425040 copy 1280x858

BOJONEGORO – Rapat kerja Komisi B DPRD Bojonegoro bersama BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, serta jajaran rumah sakit daerah (RSUD Sosodoro Djatikoesoemo, RSUD Padangan, RSUD Sumberrejo, dan RSUD Kepohbaru) berlangsung pada Senin (8/9/2025).

Agenda rapat tersebut membahas persoalan kerjasama BPJS Kesehatan dengan BLUD RSUD di Bojonegoro yang hingga kini masih menyisakan berbagai persoalan teknis maupun substansial.

Rapat ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi B, Lasuri, SH, MH, dengan dihadiri Ketua Komisi B Sally Atyasasmi, S.Km, M.Km, Sigit Kushariyanto, SE, MM, serta anggota dewan Komisi B lainnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) tidak bisa dibuat “spesialis langsung”, melainkan harus mengikuti alur layanan berjenjang. Namun ia mengakui bahwa masyarakat sering salah paham karena kurangnya sosialisasi yang jelas.

“Kami akan terus meningkatkan sosialisasi kepada peserta agar tidak terjadi pemahaman keliru terkait alur pelayanan JKN. Apa yang disampaikan bapak ibu dewan menjadi pengingat bagi kami agar tidak berhenti berkomunikasi dengan rakyat,” jelasnya.

BPJS juga mengklaim sudah menempatkan petugas di rumah sakit untuk melayani keluhan pasien, termasuk menyediakan nomor telepon resmi yang terpajang di tiap RSUD. Meski demikian, Ali tidak menampik bahwa banyak persoalan teknis di lapangan yang masih menjadi catatan.

Wakil Ketua Komisi B, Lasuri, menyoroti bahwa keluhan terbesar peserta BPJS biasanya muncul saat kondisi darurat atau penyakit kronis. Sering kali pasien terhambat hanya karena persoalan administrasi yang rumit.

Ia mencontohkan persoalan penyakit kronis seperti diare atau kontrol rutin pasien penyakit dalam yang memerlukan surat rujukan dokter spesialis. Menurut Lasuri, alur semacam ini justru mempersulit masyarakat kecil.

“Masyarakat sering kali hanya butuh penjelasan sederhana. Jangan sampai hal administratif menghalangi hak pasien. Pemerintah sudah membayar ratusan miliar, masyarakat juga berhak mendapatkan layanan yang layak,” ujar Lasuri.

Sementara itu, Ketua Komisi B, Sally Atyasasmi, mengingatkan BPJS Kesehatan agar tidak mengabaikan esensi kepercayaan publik. Ia menegaskan, Kabupaten Bojonegoro telah mengalokasikan anggaran besar, yakni Rp200 miliar dari APBD, untuk membiayai Universal Health Coverage (UHC) seluruh warga.

Namun, Sally menilai fakta di lapangan masih berbeda. Banyak pasien mengaku ditolak rumah sakit dengan alasan tidak sesuai aturan, dan diarahkan kembali ke puskesmas yang belum sepenuhnya siap 24 jam.

“Jangan sampai masyarakat mempertanyakan, katanya anggaran Rp200 miliar untuk layanan kesehatan, tapi kok ke rumah sakit masih ditolak. Ini harus menjadi perhatian serius. BPJS jangan hanya mengandalkan aturan administratif, tapi juga harus hadir memberi solusi,” tegas Sally.

Ia juga mendesak BPJS lebih transparan dalam menyampaikan regulasi terbaru ke masyarakat, termasuk jenis layanan apa saja yang ditanggung atau tidak ditanggung.

Anggota Komisi B lainnya, Sigit Kushariyanto, menambahkan bahwa koordinasi lintas lembaga adalah kunci. Ia meminta agar setiap keluhan masyarakat benar-benar ditindaklanjuti, bukan hanya menjadi bahan diskusi di rapat.

“Masalah pola pelayanan, masalah regulasi, semua harus dikomunikasikan dengan jernih. Jangan sampai masyarakat yang sudah membayar iuran atau negara yang sudah mengalokasikan anggaran besar, malah tidak mendapatkan manfaat maksimal,” ucap Sigit.

Meski rapat berlangsung alot, pada akhirnya para pihak sepakat untuk memperkuat komunikasi dan evaluasi rutin. DPRD Bojonegoro menekankan bahwa kritik masyarakat harus dijadikan bahan perbaikan, sementara BPJS Kesehatan berjanji menyampaikan seluruh masukan ke tingkat pusat.

Rapat kerja ini diharapkan menjadi momentum perbaikan layanan kesehatan di Bojonegoro, terutama bagi pasien peserta BPJS yang selama ini kerap mengeluhkan prosedur rumit, klaim terhambat, hingga transparansi yang minim. (yin)