BOJONEGORO – Suasana ruang rapat Komisi A DPRD Bojonegoro, Senin (8/9/2025), terasa lebih hangat dari biasanya. Pimpinan dan anggota Komisi A duduk bersama dengan Camat Bojonegoro Mochlisin Andi Irawan, Camat Kapas Zenny Bachtiyar, Camat Balen Biyanto, serta sejumlah pejabat kepala desa (Pj Kades) dari Sukorejo, Kapas, dan Bulaklo.
Agenda rapat kali ini bukan hal biasa, tapi membedah secara detail kesiapan Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu (Pilkades PAW) yang akan digelar melalui mekanisme Musyawarah Desa (Musdes).
Ketua Komisi A, Lasmiran, membuka rapat dengan penekanan penting. Menurutnya, DPRD perlu memastikan seluruh persiapan teknis maupun sosial berjalan baik, mengingat Pilkades PAW menyangkut stabilitas politik desa sekaligus harmonisasi masyarakat.
“Ada beberapa desa yang akan melaksanakan Pilkades PAW. Kami ingin memastikan semua pihak siap, tidak hanya secara formal, tapi juga dalam mengantisipasi kerawanan sosial di desa masing-masing,” tegas Lasmiran.
Para camat dari Bojonegoro, Kapas, dan Balen diminta menyampaikan laporan terkait kondisi desa di wilayahnya masing-masing.
Camat Bojonegoro Mochlisin Andi Irawan, mengaku secara teknis sudah siap. Anggaran sudah dialokasikan dalam APBD, koordinasi keamanan dengan Polsek juga berjalan. Namun, pihaknya masih menunggu arahan resmi soal tahapan teknis pelaksanaan Musdes.
Camat Kapas Zenny Bachtiyar, menegaskan kesiapan penuh, meski tetap menunggu jadwal tahapan resmi. Ia menambahkan, tantangan utama justru ada di potensi dinamika masyarakat yang cukup beragam.
Camat Balen Biyanto mengingatkan bahwa aturan soal tokoh desa dan keterlibatan BPD masih menjadi catatan, meski secara umum pihak kecamatan siap mengawal proses Musdes.
Tiga Pj Kades turut memberi keterangan lapangan yang lebih detail.
Pj Kades Sukorejo mengaku sudah mengantongi tujuh nama bakal calon yang muncul dalam diskusi masyarakat. Ia menilai potensi kerawanan kecil, namun mengingatkan bahwa gesekan bisa muncul saat penyaringan calon menjadi tiga besar.
Pj Kades Kapas justru menyoroti keberagaman sosial di desanya. Dengan komposisi masyarakat Jawa dan Tionghoa, dinamika bisa lebih kompleks, meski sejauh ini belum ada gejala konflik.
Pj Kades Bulaklo secara jujur menyebut bahwa sistem Musdes kadang rawan tudingan subjektivitas. Ia mencontohkan, tokoh-tokoh desa yang sudah lama menjabat di RT/RW bisa saja dianggap mendominasi, sehingga menimbulkan kecurigaan publik.
Diskusi semakin memanas saat Wakil Ketua Komisi A, Choirul Anam, menyinggung soal kriteria tokoh desa yang berhak ikut Musdes. Menurutnya, perdebatan panjang di DPRD muncul karena definisi tokoh sering kali subjektif.
“Apakah tokoh itu harus punya SK resmi. Apakah takmir masjid otomatis masuk. Bagaimana dengan pengusaha sukses yang dihormati warga. Hal-hal seperti ini yang perlu kejelasan, agar tidak menimbulkan konflik,” jelas Choirul.
Anam menekankan, panitia desa dan BPD harus benar-benar selektif dan transparan dalam menentukan siapa yang diundang dalam forum Musdes.
Sementara, Mustakim, Sekretaris Komisi A, mengingatkan bahwa meski secara administratif semua desa siap, justru peta kerawanan sosial yang harus diwaspadai.
“Persiapan formal itu mudah. Yang berat adalah bagaimana mengantisipasi gesekan di masyarakat. Desa Sukorejo misalnya, dengan 40 RT dan 8 RW, tentu potensi konfliknya lebih besar dibanding desa yang lebih kecil,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa Pilkades PAW jangan hanya dianggap rutinitas prosedural, tetapi harus menghasilkan pemimpin yang amanah, diterima masyarakat, dan mampu menjaga kondusifitas desa.
Anggota Komisi A lainnya, Erik Maulana Heri Kiswanto, menegaskan bahwa aturan tetap harus jadi pegangan utama. Pilkades PAW lewat Musdes hanya bisa dilakukan bila sisa masa jabatan kades kurang dari dua tahun. Jika lebih, maka wajib lewat pemilihan langsung.
“Kalau dipaksakan di luar aturan, bisa berujung gugatan hukum. Kita tidak ingin desa justru terbelit masalah hukum hanya karena salah prosedur,” tegas Erik.
Sudiyono menambahkan, moratorium dari pemerintah pusat juga harus menjadi acuan agar pelaksanaan Pilkades PAW tidak menabrak regulasi yang lebih tinggi.
“Kalau memang sudah siap, kita mengikuti mekanisme aturan yang sudah ada,” tuturnya.
Komisi A berjanji akan terus mengawal persiapan Pilkades PAW di beberapa desa tersebut, sembari membuka ruang komunikasi dengan Pemkab, BPD, dan masyarakat desa.
“Jangan sampai Musdes yang seharusnya jadi forum demokrasi justru memicu perpecahan. Semua pihak harus dewasa, dan kita pastikan prosesnya berjalan sesuai aturan,” pungkas Sudiyono.
Rapat kerja akhirnya menyimpulkan dua poin utama yaitu transparansi dalam menentukan tokoh desa yang dilibatkan dalam Musdes harus dijaga serta antisipasi kerawanan sosial harus dipetakan sejak dini, agar Musdes berjalan aman, tertib, dan hasilnya diterima semua pihak. (yin)