SURABAYA — Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) resmi mengungkap jaringan aksi anarkis yang mengguncang sepuluh kota di wilayahnya.
Dalam konferensi pers yang digelar, pada Hari Jum’at (19/9/2025), Kapolda Jatim, Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, M.Si., mengungkap bahwa hampir seribu pelaku telah diamankan dalam rentang waktu antara 29 Agustus hingga 16 September 2025.
Tak tanggung-tanggung, total 997 orang ditangkap terdiri dari 582 orang dewasa dan 415 anak di bawah umur (ABH).
Meski mayoritas telah dikembalikan ke orang tua mereka setelah menjalani pendataan dan pembinaan, 315 orang kini menghadapi proses hukum secara resmi.
“Kami memilah dengan hati-hati, terutama terhadap anak-anak. Mereka perlu dibina, bukan dibinasakan,” ujar Irjen Pol Nanang dalam keterangannya.
Gelombang kekerasan yang melanda kota-kota besar di Jawa Timur ini bukan hanya memakan korban luka, namun juga menelan kerugian fantastis sebesar Rp 256 miliar.
Dari angka tersebut, Rp 42,2 miliar merupakan kerugian institusi Polri, sementara sisanya, Rp 214,1 miliar, harus ditanggung oleh pemerintah daerah.
105 personel Polri dan 12 anggota TNI terluka, akibat lemparan batu, bom molotov, hingga serangan benda tumpul.
“Bayangkan, dana yang seharusnya digunakan untuk pendidikan dan pembangunan justru habis untuk memperbaiki kerusakan akibat tindakan tidak bertanggung jawab,” kata Kapolda dengan nada kecewa.
Sebanyak 40 orang ditangkap di wilayah Polresta Sidoarjo, dengan 18 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Insiden pecah di Pos Polisi Waru, di mana massa melempari petugas, merusak fasilitas, bahkan menyiram bensin ke arah aparat.
Barang bukti buku anarkisme, jaket hoodie, sepeda motor, hingga tameng Polisi yang dirampas.
Di Kota Malang, 61 orang diamankan, 18 di antaranya kini berstatus tersangka. Mereka menyerang Mapolresta, membakar pos polisi, dan melempar bom molotov ke gedung DPRD Kota Malang.
Barang bukti: bom molotov, botol bensin, pecahan kaca, dan pakaian pelaku.
Kekacauan di Kediri mengakibatkan 71 orang ditahan, dengan 49 orang langsung dijadikan tersangka.
Di antara tindak brutal yang dilakukan: perusakan kantor Polisi dan DPRD, penjarahan, serta pencurian motor dinas, AC kantor, hingga tiang bendera.
Dua pelaku diketahui memiliki afiliasi dengan kelompok anarkis dari luar kota, dan aktif menyebarkan provokasi lewat media sosial.
Di Jember, 7 orang ditangkap karena membakar pos pantau Satlantas menggunakan bom molotov. Aksi terjadi di sekitar bundaran dekat Mapolres Jember.
Para pelaku kini menghadapi jerat hukum serius, di antaranya:
1. Pasal 406 KUHP (perusakan barang)
2. Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama)
3. Pasal 187 KUHP (pembakaran)
4. Pasal 212 KUHP (melawan petugas)
5. Pasal 160 KUHP (penghasutan)
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menegaskan bahwa proses hukum tak akan berhenti pada pelaku lapangan.
Penyidik kini tengah memburu dalang dan aktor intelektual di balik layar yang memanfaatkan media sosial untuk menyulut amarah massa.
“Jejak digital tak bisa dihapus. Tim kami telah mengantongi nama-nama penting yang berada di balik aksi ini,” tegas Kombes Pol Jules.
Kapolda Jatim mengajak seluruh masyarakat untuk lebih cermat dalam menyikapi informasi, khususnya yang beredar luas di media sosial.
“Mari kita jaga Jawa Timur tetap aman dan damai. Jangan terprovokasi. Laporkan jika ada gerakan mencurigakan di lingkungan Anda,” pungkasnya. (Ded)
Polda Jatim Ungkap Dalang Aksi Anarkis Di 10 Kota, Kerugian Negara Tembus Rp 256 Miliar
