TUBAN — Harapan masyarakat Desa Sidoharjo hingga Kedungkebo, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, untuk mendapatkan jalan yang mulus tampaknya harus kembali tertunda.
Proyek peningkatan jalan senilai Rp 3,68 miliar yang dikerjakan oleh CV Alam Jaya Mandiri, pemenang tender resmi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRPRKP) Kabupaten Tuban, menuai sorotan tajam.
Alih-alih memberikan kualitas yang maksimal, pekerjaan di lapangan justru dinilai asal-asalan. Tidak adanya papan informasi proyek membuat publik semakin curiga. Padahal, papan proyek adalah kewajiban untuk transparansi anggaran agar masyarakat tahu siapa pelaksana, sumber dana, dan berapa besar anggaran yang digunakan.
Sejumlah warga yang melintas di lokasi mengeluhkan kualitas material yang digunakan. Bukannya batu padat sebagai dasar jalan, justru terlihat tanah urukan berwarna merah yang mudah amblas saat terkena air hujan.
“Seharusnya dipasang batu padat, tapi ini malah pakai tanah merah, jelas kualitasnya kurang,” keluh Imam salah satu warga kepada wartawan, Sabtu (6/9/2025).
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar, bagaimana proyek dengan anggaran miliaran rupiah bisa dikerjakan dengan kualitas yang jauh dari standar.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, pihak pelaksana proyek berinisial AL enggan memberikan tanggapan. Pesan yang dikirimkan wartawan hanya dibaca tanpa ada balasan. Sikap bungkam ini justru memperkuat dugaan adanya masalah dalam pekerjaan proyek tersebut.
Padahal, proyek yang bersumber dari APBD 2025 ini menggunakan uang rakyat yang seharusnya dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), proyek Peningkatan Jalan Sidoharjo–Kedungkebo (Lanjutan I) memiliki nilai pagu dan HPS yang sama, yakni Rp 3.680.000.000,00.
Pemenangnya, CV Alam Jaya Mandiri beralamat di Desa Cekalan, RT 01, RW 02, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur tercatat memenangkan tender dengan penawaran Rp 3.675.258.748,92 dan disepakati harga negosiasi sebesar Rp 3.674.703.748,94.
Secara dokumen, semua terlihat sesuai aturan. Namun, fakta di lapangan berkata lain. Transparansi minim, kualitas material dipertanyakan, dan kinerja kontraktor menjadi sorotan.
Kekecewaan warga pun semakin besar. Mereka mendesak agar DPRD Tuban, Kepolisian, Kejaksaan serta Inspektorat segera turun tangan mengaudit pekerjaan proyek tersebut.
“Jangan sampai dana miliaran hanya jadi bancakan. Jalan ini untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir orang,” ujarnya.
Kasus ini kembali menegaskan lemahnya pengawasan terhadap proyek infrastruktur di daerah Tuban. Jika benar material hanya berupa urukan tanah merah, maka umur jalan dipastikan tidak akan lama. Dana miliaran pun terancam mubazir.
Tanpa transparansi, tanpa kualitas, dan tanpa akuntabilitas, proyek infrastruktur seperti ini hanya akan menjadi monumen kegagalan pembangunan. (Yin)