TUBAN – Warga Desa Menilo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban dibuat resah dengan maraknya aktivitas galian C tanah uruk ilegal yang beroperasi secara terang-terangan di wilayah mereka.
Aktivitas ilegal tersebut diduga dikelola oleh seorang berinisial J, dan berjalan lancar tanpa tersentuh hukum.
Ironisnya, meski praktik ini jelas-jelas tidak memiliki izin resmi (ilegal), namun hingga kini tidak terlihat adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Warga pun mulai bertanya-tanya, ada apa sebenarnya, siapa yang bermain di balik ini semua.

“Kami curiga ada pembiaran. Jangan-jangan sudah ada kongkalikong. Ini bukan baru sehari dua hari, tapi sudah lama,” ungkap Warsito salah satu warga lokal, Senin (14/07/2025).
Yang lebih memprihatinkan, aktivitas ini juga melibatkan sejumlah dum truk pengangkut tanah uruk yang lalu-lalang di jalan desa tanpa menggunakan penutup terpal, melanggar aturan keselamatan berlalu lintas.
Hasilnya, tanah uruk berceceran di jalan, membahayakan pengguna jalan lain, terutama pengendara roda dua.
“Beberapa kali saya hampir tergelincir karena tanah yang berceceran. Ini bisa membunuh orang. Yang mereka pikir cuma soal bisnis, ini juga soal nyawa,” keluh Sari, pengendara motor asal Kecamatan Soko.
Warga menyebut bahwa pengawasan dari pihak berwenang nyaris nol besar, dan para sopir truk seolah kebal hukum, melintas sesuka hati, bahkan di jam-jam sibuk.
Kondisi ini memantik reaksi keras dari sejumlah komunitas peduli lingkungan dan pegiat pecinta alam.
Mereka menilai galian ilegal bukan hanya merusak struktur tanah dan ekosistem, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum di daerah.
“Kalau aparat tak bertindak, berarti memberi lampu hijau pada penambang liar lain. Desa Menilo bisa rusak total dalam beberapa tahun jika ini dibiarkan,” tegas Fauzan, aktivis lingkungan.
Komunitas ini juga mendorong Pemkab Tuban serta Polda Jatim untuk segera menutup lokasi tambang ilegal dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik galian liar di wilayah selatan Tuban, khususnya Kecamatan Soko.
Kini, suara warga dan komunitas semakin keras mendesak agar aktivitas galian dihentikan.
Mereka meminta adanya transparansi dan penegakan hukum yang adil, serta tidak mentolerir praktik-praktik kotor yang merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat.
Jika pembiaran terus berlangsung, bukan tidak mungkin protes warga akan berubah menjadi aksi massa besar-besaran.
“Kami sudah cukup sabar. Kalau sampai tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum, masyarakat sendiri yang akan bertindak,” celetuk warga lainnya. (Re)