BOJONEGORO – Suasana mudik Lebaran membawa cerita berbeda dari dua kabupaten di Jawa Timur terkait penggunaan fasilitas negara.
Di Kabupaten Gresik, Bupati Fandi Akhmad Yani mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan Surat Edaran yang secara eksplisit melarang seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi, termasuk tradisi pulang kampung.
Dalam edarannya, Bupati Yani menekankan bahwa mobil ber-“plat merah” adalah aset negara yang penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan hanya untuk kepentingan dinas.
“Ini soal tanggung jawab penggunaan aset negara dan menjaga ketertiban administrasi,” ujar Bupati Yani, menggarisbawahi pentingnya aturan ini demi efisiensi dan integritas.
Kebijakan ini berlaku tanpa kecuali bagi pengguna kendaraan operasional di lingkungan Pemkab Gresik.
Namun, pemandangan berbeda 180 derajat tampak di Kabupaten Bojonegoro. Di sini, tak terdengar adanya edaran serupa yang mengatur penggunaan mobil dinas selama libur Lebaran.
Situasi ini menjadi semakin kontras ketika sebuah kabar menjadi viral, Sabtu 5 April 2025, seorang camat di wilayah Bojonegoro diduga kuat menggunakan mobil dinasnya untuk perjalanan mudik yang cukup jauh, hingga ke Pulau Sumatra.
Kabar ini sontak memicu perbincangan hangat dan kegeraman di kalangan masyarakat, terutama di grup-grup percakapan daring.
Banyak yang menyayangkan tindakan tersebut dan mempertanyakan etika pejabat publik dalam memanfaatkan fasilitas negara.
Publik berharap ada tindakan atau klarifikasi tegas dari pihak berwenang di Bojonegoro.
Sayangnya, hingga berita ini diolah, respons dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terkait dugaan penggunaan mobil dinas oleh camat tersebut terkesan minim.
Sikap yang dianggap sebagian kalangan sebagai pengabaian ini justru menimbulkan tanda tanya besar dan kekecewaan, seolah-olah penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai hal yang biasa.
Perbedaan sikap antara Gresik yang preventif dan tegas dengan Bojonegoro yang tampak permisif ini menjadi cerminan dinamika kebijakan publik di tingkat daerah, sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya akuntabilitas penggunaan aset negara oleh para abdi negara.
Masyarakat Bojonegoro pun kini menanti langkah konkret dari pemerintah daerahnya. (***)