Hukrim

Kemegahan Semu Stadion Surajaya: Di Balik Gemerlap, Tersimpan Luka Dan Utang

orbitnasional333
6636
×

Kemegahan Semu Stadion Surajaya: Di Balik Gemerlap, Tersimpan Luka Dan Utang

Sebarkan artikel ini
Img 20250707 wa0040

LAMONGAN — Di tengah gegap gempita peresmian Stadion Surajaya Lamongan pada Maret 2025 lalu, siapa sangka, terselip kisah getir yang mencabik harapan rakyat kecil. Senin (7/7/2025)

Sebuah warung sederhana di Jalan Pahlawan, yang selama berbulan-bulan menjadi tumpuan logistik para pekerja proyek, kini justru terjerat lilitan utang akibat kelalaian pihak pelaksana proyek.

Adalah Rofiah, warga Desa Kebonagung, Kecamatan Babat, yang menjadi salah satu korban nyata dari skandal ini.

Warungnya yang dahulu ramai oleh pesanan makan dan minum para pekerja kini sepi namun menyisakan tumpukan utang sebesar Rp173 juta yang belum dibayar.

“Mereka makan, minum, bahkan beli rokok di tempat saya setiap hari. Tapi setelah stadion selesai, semuanya pergi tanpa pamit… tanpa bayar,” lirih Rofiah dengan mata berkaca-kaca.

Perempuan yang juga merawat ibunya yang sudah renta dan membesarkan tiga anak salah satunya yatim kini harus berutang ke sana kemari demi menutup biaya hidup. Pendapatan dari warungnya habis untuk membayar ‘bon’ yang tak kunjung dilunasi.

Ironisnya, PT Wika Bangunan Gedung, kontraktor utama pembangunan stadion, disebut sebagai pihak yang belum menyelesaikan kewajiban kepada pekerja proyek dan para penyedia konsumsi lokal.

Laporan resmi yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lamongan menyebutkan total kekurangan pembayaran kepada para mandor dan penyedia logistik lokal mencapai Rp570 juta.

Kemegahan stadion yang sempat dipuji sebagai simbol kebangkitan olahraga Lamongan kini tampak seperti monumen pengkhianatan terhadap rakyat kecil.

Apa artinya bangunan megah jika dibangun di atas penderitaan pedagang kecil?

Tak hanya Rofiah, para mandor proyek pun mengaku mengalami nasib serupa: hak mereka digantung tanpa kepastian.

Sementara plakat peresmian stadion terus berdiri angkuh, hati para korban justru terpuruk dalam senyap.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT Wika terkait tudingan keterlambatan pembayaran ini. Pemerintah daerah pun masih bersikap pasif, seolah memilih diam daripada berpihak pada kebenaran.

Padahal, jika suara rakyat kecil terus diabaikan, stadion yang semula jadi kebanggaan bisa berubah menjadi simbol kebusukan birokrasi dan abainya nurani korporasi. Untuk keadilan yang lebih terang, biarkan suara kecil tidak lagi tenggelam oleh kemewahan palsu.(Ded)