REMBANG – Di balik gegap gempita peringatan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April, tersimpan sebuah destinasi sejarah yang kental dengan nilai perjuangan dan semangat emansipasi yakni ‘Makam Raden Ajeng Kartini’.
Terletak di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, sekitar 17,5 kilometer ke arah selatan dari pusat kota Rembang, makam ini menjadi saksi bisu perjuangan seorang perempuan luar biasa yang telah mengubah arah sejarah perempuan Indonesia.
Raden Ajeng Kartini, atau yang juga dikenal dengan gelar bangsawannya Raden Ayu Kartini, lahir di Jepara pada 21 April 1879.
Ia wafat dalam usia muda, tepatnya pada 17 September 1904, namun warisan pemikirannya terus hidup dan menginspirasi.
Dia bukan hanya dikenal sebagai tokoh nasional, tetapi juga simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, terutama dalam hal pendidikan dan hak perempuan.
Makam Kartini tidak berdiri sendiri. Di tempat yang tenang dan asri ini, juga dimakamkan sang suami, Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, serta anak semata wayangnya, Soesalit Djojoadhiningrat.
Selain itu, terdapat pula makam keluarga besar Bupati Rembang pada masa pemerintahan R.M.A.A. Djoyodiningrat.
Kompleks pemakaman ini dirawat dengan baik dan menjadi salah satu ikon wisata sejarah Kabupaten Rembang.
Menariknya, setiap tanggal 21 April, ribuan wisatawan, pelajar, hingga pejabat pemerintah datang berbondong-bondong untuk berziarah. Suasana menjadi khidmat sekaligus penuh semangat kebangsaan.
Para pengunjung tidak hanya mendoakan, tetapi juga menyerap kembali nilai-nilai perjuangan Kartini dalam memperjuangkan akses pendidikan bagi perempuan, sebuah isu yang hingga kini masih relevan.
Setelah melakukan ziarah, para pengunjung biasanya menikmati suasana sekitar yang telah disulap menjadi kawasan wisata edukatif.
Berbagai kuliner khas Rembang disajikan di kios-kios kuliner, lengkap dengan cenderamata yang mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa dan semangat Kartini.
Mulai dari batik, kerajinan tangan, hingga buku-buku tentang Kartini bisa ditemukan di sana, menjadi oleh-oleh bermakna bagi para wisatawan yang pulang ke daerahnya masing-masing.
Nama Kartini memang tak pernah lekang oleh waktu. Ia adalah pelita dalam gelap, yang membakar semangat banyak perempuan Indonesia untuk bangkit, bermimpi, dan mewujudkan cita-citanya.
Fakta menarik lainnya, Kartini ternyata memiliki tanggal lahir yang sama dengan tokoh besar lain, yakni dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, seorang pendiri BPUPKI.
Keduanya lahir pada 21 April 1879, seolah menandai hari itu sebagai hari kelahiran para pejuang bangsa.
Kini, berziarah ke makam Kartini bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan sebuah napak tilas spiritual dan intelektual.
Di sana, setiap langkah kaki di antara pusara menjadi pengingat bahwa perjuangan belum usai. Semangat Kartini masih harus terus dijaga dan dilanjutkan oleh generasi masa kini. (**)